Sabtu, 11 Desember 2010

Percobaan Kloning Manusia

Kloning era modern dimulai tahun 1958 saat ahli fisiologi tanaman Inggris RC Steward (1904 – 1993) mengklon tanaman wortel dari sel tunggal dewasa yang diletakkan dalam kultur nutrisi yang mengandung hormon. Kloning sel hewan pertama terjadi tahun 1964, saat ahli biologi molekuler inggris John B Gurdon (1933 – 1989) mengambil nukleus dari sel testis kecebong dan menyuntikkannya kedalam telur yang tidak subur. Nukleus sel ini dalam telur itu telah dihancurkan dengan sinar ultraviolet, tapi saat telur di erami, Gurdon menemukan kalau 1-2% dari telur tersebut berhasil berkembang menjadi katak dewasa yang subur.
Kloning mamalia pertama yang sukses terjadi hampir 20 tahun lalu, saat para ilmuan Swiss dan Amerika Serikat berhasil mengkloning tikus menggunakan metode yang sama dengan pendekatan Gurdon. Metode mereka memerlukan satu langkah tambahan, yaitu setelah mengambil nukleus dari janin semacam tikus, mereka mengirimnya kedalam janin tikus jenis lain. Tikus yang disuntikkan ini berperan sebagai ibu angkat. Kloning hewan ternak di coba juga tahun 1988, saat janin dari sapi juara di transplantasikan pada telur sapi yang tidak subur yang nukleusnya sendiri telah dibuang. Terobosan yang lebih besar lagi terjadi tanggal 24 februari 1997, dengan kelahiran seekor domba bernama Dolly di Edinburg, Skotlandia. Dolly bukan domba biasa : Ia adalah mamalia pertama yang lahir dari kloning sel dewasa. Jadi, ia direproduksi secara aseksual dalam bentuk kloning yang direkayasa genetik, ketimbang proses normal apapun. Hebatnya, ia menunjukkan kemampuan untuk bereproduksi gaya lama saat tanggal 23 april 1998, ia sendiri melahirkan anak bernama Bonnie.
Giliran Manusia?
Walau kelahiran Dolly dan Bonnie memunculkan harapan, mereka juga memunculkan rasa takut. Kalau mamalia besar saja seperti domba dapat di klon, apalagi manusia? Sejak tahun 1993 sudah ada usaha untuk mengkloning janin manusia sebagai bagian dari studi fertilisasi in vitro (perkawinan luar tubuh). Tujuannya untuk mengembangkan telur subur dalam tabung uji dan kemudian menanamkannya dalam rahim wanita yang tidak bisa hamil. Telur subur ini, walau begitu, tidak berkembang sampai tahap yang cocok untuk di transplantasikan ke rahim manusia.
Lalu tanggal 13 oktober 2001, para ilmuan dari Advanced Cell Technology di Worcester, Massachusetts, berhasil mengklon janin manusia. Mereka belum membuat hidup manusia, tapi mereka mengembangkan sumber jaringan syaraf dan jaringan lain yang dapat digunakan untuk kedokteran dan penelitian. Tetap saja berita itu sangat menggemparkan rakyat amerika dibalik tragedi serangan teroris 11 September. Sel manusia sudah bisa di reproduksi, dan sekali lagi tampak kalau produksi klon manusia itu mungkin dilakukan.
Mudah dipahami bagaimana orang merespon dengan hati-hati berita demikian. Ketakutan ini lebih berhubungan dengan hollywood daripada sains sih. Faktanya, pencapaian perusahaan dari Massachusetts tersebut, walaupun merupakan kemajuan ilmiah yang mengesankan, masih jauh dibandingkan citra Frankenstein yang dibangun oleh para anti rekayasa genetik. “Mengkloning janin” kedengarannya dramatis, padahal kenyataannya hanya satu janin yang baru mencapai ukuran enam sel sebelum sel tersebut berhenti membelah. Cuma enam sel! Ia bahkan ga dapat dilihat oleh mata tanpa mikroskop loh. Wew, jauh banget dari yang namanya tentara klon seperti di film Star Wars itu.
Kloning yang dilakukan oleh perusahaan dari Massachusetts itu adalah semacam kloning terapis, karena melibatkan produksi materi genetik untuk perawatan kondisi khusus. Itu jauh dari kloning yang bertujuan reproduktif, yang membutuhkan penanaman janin klon kedalam rahim – dan bahkan masih jauh banget dari citra klon yang dilahirkan dalam tabung uji tanpa orang tua satupun selain materi biologis yang dipakai untuk membuatnya.
Gagasan demikian terkait dengan visi dari novel Aldous Huxley tahun 1932 berjudul Brave New World daripada fakta ilmiah. Dan bahkan jika manusia ingin mengembangkan teknologi demikian, akan jauh sekali di masa depan. Bahkan bisa jadi “menciptakan kehidupan” lewat cara demikian adalah mustahil, bila ya, pencapaian demikian sama halnya saat dimana kita di masa depan berhasil pergi ke tata surya lain.
Ini bukan berarti kalau semua ketakutan kita pada kloning dan rekayasa genetika sebenarnya tidak beralasan; sebaliknya, itu adalah sebuah sikap skeptik yang penting. Menjadi skeptik itu bagus, sejauh kita punya alasan yang kuat untuk bersikap kritis.